Judul
makalah : Toward Development
Of A Professional Continuing Education
(Menuju Pengembangan Profesional Pendidikan Berkelanjutan)
Penyusun : Prof. Ace Suryadi, M.Sc., Ph.D.
Jabatan : Guru Besar Ekonomi Pendidikan
PLS FIP UPI
Menuju Pengembangan Profesional Pendidikan Berkelanjutan
Masalah dalam kenyataan yang terjadi di
lapangan diantaranya muncul pengangguran terdidik yang nantinya mengakibatkan ketidakseimbangan
sosial:
kemiskinan, lingkungan yang tidak sehat, Kejahatan, konflik poltical &
tentram Masyarakat. Selain
berdampak pada apresiasi rendah untuk
pendidikan. Ini
disebabkan diantaranya karena Pendidikan Formal Bias
dalam Pekerjaan dan Promosi.
Pengembangan professional harus ditunjang
dengan pengetahuan yang dimiliki oleh individu tersebut. Pengetahuan
merupakan faktor penting dalam pembangunan ekonomi dan sosial
- Merangsang pertumbuhan ekonomi melalui
peningkatan produktivitas sebagai hasil dari inovasi
- Berkontribusi terhadap pengurangan kemiskinan
- Memfasilitasi pencapaian sebagian besar Millennium Development
Goals
- Meningkatkan kapasitas negara untuk mengatasi keadaan darurat alam
- Pengetahuan menentukan tingkat keterampilan yang lebih tinggi
- Fleksibilitas untuk beradaptasi terhadap perubahan
- Kemampuan untuk belajar terus-menerusSimak
Hidup-perputaran
Pendekatan Pendidikan pengembangan dimana ada perluasan program pra-sekolah untuk fondasi, Universal penyelesaian
pendidikan dasar, Expand sekunder,
memikirkan kembali kejuruan / membagi pendidikan umum dan mengartikulasikan
lebih baik dengan tersier, kemudian membuat pendidikan
tinggi lebih beragam dan terakhir Memperluas akses
terjangkau untuk kesempatan belajar bagi orang dewasa (di rumah, di sekolah dan
pada pekerjaan) dan membuat ini bertanggung jawab untuk studi lebih lanjut dan
pembawa.
Satu-satunya orang yang berpendidikan
adalah orang yang telah belajar bagaimana untuk belajar …. Dan perubahan
lembur. (Carl Rogers)
Judul
makalah : Studi tentang Implementasi
Program Belajar Sepanjang Hayat di Indonesia
Penyusun : Prof. Dr. A. Hufad, M.Pd.
Sardien Supariatna,
M.Si.
Joni Rahmat Pramudia., M.Si
Studi tentang Implementasi Program Belajar Sepanjang
Hayat di Indonesia
Studi
ini diambil sebagai bahan penelitian berdasarkan beberapa alasan yang terjadi
di lapangan. Alasan tersebut diantaranya karena banyaknya pengangguran,
bertambahnya penduduk miskin. Selain itu, melemahnya standar kehidupan dalam
populasi penduduk yang makin bertambah. Kemudian menimbulkan makin tajamnya
jurang antara yang kaya dan yang miskin. Oleh karena kondisi tersebut sehingga
menjadi inspirasi kunci (key inspiration) bagi berkembangnya belajar
sepanjang hayat melalui pengembangan potensi manusia (the development of
human potential). Dimana Program belajar sepanjang hayat memberikan kesempatan
belajar secara wajar dan luas.
Tujuan
dilaksanakan studi tentang program Belajar sepanjang Hayat (BSH) ini yaitu
Meriview dan menganalisis konseptualisasi belajar sepanjang hayat dalam
kebijakan pendidikan dan penjabarannya ke dalam perencanaan, strategi, dan
program yang menuju aksi. Selanjutnya, mengumpulkan kasus-kasus yang
menggambarkan ”good practice” implementasi program belajar sepanjang hayat di
lapangan. Dan terakhir mendeskripsikan dampak program belajar sepanjang hayat
terhadap pemberdayaan individu dan masyarakat dilihat dari konteks sosial dan
ekonomi.
Konsep
belajar sepanjang hayat pertama kali dikemukakan oleh Edgar Faure dari The
International Council of Educational Development (ICED). Edgar Faure menegaskan bahwa
istilah belajar terinspirasi oleh Hadits Nabi Muhammad SAW yang berbunyi “uthlubul
‘ilma minal mahdi ilal lahdi”, yang
bermakna “tuntutlah ilmu dari sejak dalam kandungan (buaian) hingga liang
lahat”. Aktivitas belajar sepanjang hayat berorientasi pada upaya pengembangan potensi
manusia melalui proses yang medukung secara terus menerus, yang menstimulasi
dan memberdayakan individu-individu agar memperoleh semua pengetahuan,
nilai-nilai, keterampilan-keterampilan dan pemahaman.
Belajar
sepanjang hayat merupakan proses kontinum dari elemen-elemen yang saling
berkaitan (interdependent), yang dilandasi oleh kebutuhan individu dalam
pendidikan sepanjang hidupnya. Proses belajar sepanjang hayat yang merentang
dari pendidikan formal, non formal hingga informal.
Penelitian
ini dilakukan dengan menggunakan teknik pengumpulan data berupa Obervasi
yang dilakukan ke sejumlah
produk kebijakan pendidikan pada level provinsi, kabupten/kota.
Selanjutnya adalah wawancara ke Satuan Pendidikan Nonformal penyelenggara program
belajar sepanjang hayat (Program Pendidikan Kesetaraan, Pendidikan Keaksaraan,
Pendidikan dan Pemberdayaan Perempuan, Pendidikan Anak Usia Dini, Pendidikan
Kecakapan Hidup), dengan responden mulai dari Kepala Dinas Pendidikan Provinsi
sampai tokoh masyarakat, ada juga Tutor Keaksaraan Fungsional dan juga lulusan
program pendidikan Keaksaraan Fungsional.
Belajar
belajar sepanjang hayat harus menjadi landasan, prinsip dan asas penting dalam
penyelenggaraan pendidikan di Indonesia. Pada tingkat satuan dan program
BSH, hasil penelitian ini diharapkan
dapat bermanfaat dalam mengembangkan kurikulum/program pembelajaran yang
komprehensif dan berbasis pada kebutuhan dan perkembangan peserta didik. Bagi
praktisi/pengelola satuan dan program
BSH, hasil penelitian ini diharapkan dapat menjadi rujukan dalam
penyelenggaraan program-program pendidikan
sepanjang hayat di sekolah, masyarakat dan keluarga pada semua jenis dan
jenjang pendidikan. Program Belajar Sepanjang Hayat ini harus didukung oleh Peran serta dan Kemitraan Pemerintah, Lembaga Non Pemerintah
dan Masyarakat.
Bagi
forum-forum pendidikan dan belajar sepanjang hayat, orangtua, dan masyarakat,
hasil penelitian ini ini diharapkan
dapat dijadikan sebagai dasar dalam mengapresiasi performance satuan dan
program belajar sepanjang hayat yang berada di wilayah tempat tinggalnya
sehingga dapat berperan serta dalam meningkatkan mutu pendidikan secara umum,
khususnya mutu pendidikan sepanjang hayat. Bagi masyarakat pada umumnya, baik
secara individual maupun komunal, program belajar sepanjang dapat dijadikan
sebagai pilihan belajar yang menarik, karena
lebih berorientasi kepada peningkatan pengetahuan, sikap, dan kecakapan
hidup yang berdimensi sosial dan ekonomi/peningkatan pendapat.
Satuan
pendidikan, baik pada jalur pendidikan formal, non formal, dan informal
merupakan organisasi kunci dalam pengembangan budaya belajar sepanjang hayat.
Program belajar sepanjang hayat harus mengedepankan pengembangan potensi
manusia (development of human potential) sebagai inspirasi pokok dalam
penyelenggaraannya. Program belajar sepanjang hayat pada semua jalur pendidikan
harus mempertimbangkan pengembangan sistem akreditasi (accreditation),
penggunaan teknologi (technology issues), terintegrasi dalam
penyelenggaraannya (integration), memperhatikan mutu (quality),
dan didukung oleh pembiayaan yang memadai (finance).
Diusahakan
terbit suatu regulasi dan atau aturan perundang-udangan yang nantinya efektif
sebagai pedoman bagi para penyelenggara, praktisi dan penggiat program belajar
sepanjang hayat Lembaga atau satuan pendidikan sepanjang hayat, terutama pada
jalur pendidikan non formal harus dibina, diawasi, dihidupi dan dibiayai tidak
hanya dalam dimensi program, namun juga dari segi fasilitas, tempat, sarana dan
prasarana.
Judul
makalah : Nonformal Education and Poverty Eradication in Uganda.
(Pendidikan nonformal dan Pemberantasan Kemiskinan di
Uganda)
Penyusun : Kiira Jamal
Pendidikan nonformal dan Pemberantasan Kemiskinan di
Uganda.
Buta huruf dan
pendidikan dasar yang tidak memadai mencabut orang dari kesempatan
untuk berpartisipasi dalam pengambilan keputusan dan lain
kegiatan pembangunan. Pendidikan Nonformal
di Uganda mulai
muncul karena datangnya pedagang Arab,
penjelajah Eropa, Misionaris dan pejabat kolonial di akhir c 19.
Pendidikan nonformal (PNF) dipandang
sebagai proses kegiatan
belajar atau program, untuk memenuhi kebutuhan
berbagai individu: orang dewasa, dan keluar dari pemuda sekolah.
Pendidikan adalah komponen kunci dari kualitas sumber daya manusia.
Pendidikan
nonformal adalah gerakan didedikasikan untuk diantaranya :
menyediakan keahlian profesional dalam mengajar; Membantu
orang dewasa dan anak-anak yang tidak mendapatkan kesempatan untuk mengikuti pendidikan
formal untuk belajar; Memberikan
keterampilan permanen untuk membantu mengentaskan kemiskinan; Peningkatan
tingkat melek huruf orang dewasa.
Dari uraian diatas pendidikan
nonformal diambil untuk perubahan sosial dengan memberdayakan
masyarakat dalam perjuangan untuk mengurangi kemiskinan.
Tujuan dari pendidikan
nonformal di Uganda diantaranya: pencapaian
keaksaraan permanen dan fungsional dan berhitung; penguasaan keterampilan
fungsional yang relevan dengan kehidupan di masyarakat; pengembangan
kesadaran nasional individu dengan membangun kompetensi sosial, politik dan
sipil, termasuk petunjuk tentang isu-isu nasional dan internasional; promosi
belajar seumur hidup di masyarakat dalam rangka untuk memperbarui kompetensi
profesional yang diperlukan oleh dunia kerja.
Ini semua sejalan dengan Visi
2025 Uganda yang berisi
tujuan jangka panjang
pembangunan
di Uganda, "Sebuah
pencerahan, informasi yang cukup dan makmur masyarakat"
dengan tujuan utama yaitu "peningkatan akses masyarakat terhadap informasi
dan partisipasi dalam diri, masyarakat dan pembangunan nasional".
Kemiskinan adalah
salah satu hambatan untuk pertumbuhan ekonomi dan kesejahteraan di Uganda. Penyebab
bervariasi, mulai dari politik dan faktor ideologis,
geografis lokasi sosial, Ekonomi, Lingkungan, Kelompok
rentan dan minoritas, dan Perkotaan atau kelompok pedesaan.
Tujuan dari
pengurangan kemiskinan di Uganda melalui investasi dalam pendidikan menimbulkan masalah
pembiayaan dan keterjangkauan pendidikan untuk semua. Itulah sebabnya non pendidikan
formal diberikan prioritas dalam upaya Uganda untuk memerangi kemiskinan. Kemiskinan
bisa dan setidaknya harus dikurangi jika tidak akhirnya
disingkirkan.